Oleh: Didiet Maulana

Foto oleh : Dokumentasi Pribadi Didiet Maulana
Sabtu pagi, 13 Juli 2024, jam 9.30 WIB. Saya sudah tiba di Bagi Kopi Kaliurang dengan perasaan campur aduk – excited sekaligus sedikit nervous. Ini adalah salah satu roadshow JGBB yang paling saya nanti-nantikan, mengingat banyaknya permintaan dari teman-teman untuk mengadakan kelas di Jogja.
Suasana Pre-Event yang Hangat
Venue yang dipilih, Bagi Kopi Kaliurang, ternyata sempurna untuk acara seperti ini. Suasana yang cozy dengan aroma kopi yang menenangkan langsung menciptakan atmosfer belajar yang rileks. Para peserta mulai berdatangan sekitar jam 9.45, dan yang langsung terasa adalah energy positif mereka.
Ada seorang ibu muda dengan laptop pink-nya yang ternyata menjalankan bisnis handmade accessories. Ada juga mahasiswa desain grafis yang membawa sketch book tebal, penuh dengan ide- ide kreatifnya. Seorang bapak entrepreneur di bidang kuliner datang dengan membawa sample produknya – keripik singkong dengan packaging yang sudah cukup menarik.
Pembukaan yang Hangat
Ketika saya membuka acara tepat jam 10.00, saya bisa merasakan antusiasme yang besar dari sekitar 25 peserta yang hadir. “Sedulur Jogja,” sapa saya dengan dialek lokal yang langsung disambut tawa hangat. “Hari ini kita gak cuma belajar teori, tapi juga sharing pengalaman nyata ya!”
Yang membuat saya terkejut adalah keberagaman peserta. Ada pemilik warung makan yang ingin go digital, freelance photographer yang bingung cara branding dirinya, mahasiswa yang sedang mempersiapkan startup, hingga karyawan yang bermimpi memulai bisnis sampingan.
Sesi Interaktif yang Hidup

Foto oleh : Tim Dokumentasi JGBB
Berbeda dengan seminar pada umumnya, sesi JGBB ini saya buat sangat interaktif. Setiap 15 menit, saya selalu membuka diskusi. Dan respon peserta luar biasa aktif!
Momen Paling Berkesan #1: Ketika saya menanyakan, “Siapa yang merasa target marketnya semua orang?”, hampir 70% peserta mengacungkan tangan sambil tertawa malu. Dari situ, kita langsung praktek mendefinisikan target market dengan metode persona. Seorang peserta bernama Mbak Rina yang jualan kue artisan langsung praktek membuat buyer persona – “Ibu-ibu muda usia 28-35 tahun, bekerja, punya anak, suka posting makanan di Instagram, budget 50-100rb untuk kue ulang tahun anak.”
Momen Paling Berkesan #2: Di sesi brand voice, saya minta peserta mendeskripsikan brand mereka dengan 3 kata sifat. Ada yang bilang “friendly, reliable, affordable” – tapi ketika saya tanya “Gimana cara ngomongnya di Instagram?” mereka baru sadar kalau brand voice mereka belum konsisten.
Coffee Break yang Produktif
Coffee break jam 11.00 ternyata jadi momen paling produktif. Peserta tidak bubar, malah membentuk circle-circle kecil untuk diskusi lanjutan. Saya berkeliling dari satu grup ke grup lain, dan di setiap circle ada sharing yang menarik.
Di satu pojok, ada diskusi seru tentang challenge pricing strategy. Seorang peserta yang jualan batik tulis bercerita bagaimana dia struggle menjelaskan value produknya yang handmade kepada customer yang terbiasa dengan batik printing murah.
Di pojok lain, ada knowledge sharing tentang Instagram algorithm terbaru. Seorang content creator berbagi tips tentang timing posting yang optimal, dan langsung disambut antusias oleh peserta lain.
Sesi Review Produk yang Menegangkan

Foto oleh : Tim Dokumentasi JGBB
Ini adalah bagian yang paling dinanti sekaligus paling menegangkan. Saya membuka kesempatan untuk 5 peserta mempresentasikan produk atau jasa mereka untuk direview bersama-sama.
Presentasi #1: Kopi Robusta Premium Mas Agung membawa sample kopi robusta premium dari Temanggung. Packaging-nya sudah cukup bagus, tapi setelah diskusi bersama, kami menemukan bahwa brand story-nya kurang kuat. “Robusta premium itu unique selling point yang bagus, tapi gimana cara kamu cerita tentang perjalanan dari petani sampai ke cup customer?” tanya saya. Peserta lain memberikan berbagai ide, dari behind-the-scenes content di social media hingga collaboration dengan coffee shop lokal.
Presentasi #2: Jasa Desain Grafis Freelance Mbak Sari, fresh graduate desain grafis, presentasi portfolio-nya. Skill-nya sudah oke, tapi pricing strategy-nya masih bingung. “Aku sering kalah sama yang nawar murah banget,” keluhnya. Dari sini muncul diskusi menarik tentang positioning sebagai premium designer vs volume-based pricing. Peserta yang udah berpengalaman di bidang serupa langsung sharing tips tentang cara communicate value kepada client.
Presentasi #3: Catering Sehat Bu Indira dengan bisnis catering sehat untuk pekerja kantoran mendapat feedback yang konstruktif. Produknya bagus, tapi marketing approach-nya masih terlalu general. “Coba focus ke specific niche dulu – misalnya catering untuk diet program atau catering untuk diabetik,” saran salah satu peserta yang kebetulan bekerja di bidang kesehatan.
Surprise Moment yang Menghangatkan Hati
Yang tidak saya sangka, di tengah-tengah acara ada surprise kecil. Salah satu peserta ternyata adalah subscriber lama channel YouTube saya dan dia bawa print-out beberapa tips design yang pernah saya share. “Mas Didiet, ini udah saya praktekin dan hasilnya lumayan bagus. Makasih ya!” katanya sambil menunjukkan hasil redesign logo kliennya.
Momen seperti ini yang selalu mengingatkan saya mengapa saya memulai JGBB. Bukan hanya tentang transfer knowledge, tapi juga tentang impact nyata yang bisa dirasakan oleh community.
Networking Session yang Natural
15 menit terakhir saya dedikasikan untuk networking session. Tapi sebenarnya networking sudah terjadi secara natural sejak coffee break. Beberapa peserta bahkan sudah mulai diskusi tentang kemungkinan collaboration.
Ada yang berencana kolaborasi untuk project kemasan produk, ada yang mau barter jasa (desain grafis vs fotografi produk), dan bahkan ada yang langsung deal untuk supplier-customer relationship.
Penutupan yang Emosional

Foto oleh : Tim Dokumentasi JGBB
Ketika saya menutup acara jam 12.00, honestly saya agak terharu. Energy yang diberikan peserta JGBB Jogja luar biasa. Mereka tidak hanya datang untuk menerima ilmu, tapi juga genuinely ingin berbagi dan saling support.
“Teman-teman, ini bukan akhir tapi awal,” kata saya di closing. “JGBB Community di WhatsApp Group akan jadi tempat kita terus belajar dan sharing. Jangan ragu untuk bertanya atau berbagi progress kalian ya!”
After Event: WhatsApp Group yang Hidup
Yang paling menggembirakan adalah setelah event. WhatsApp Group JGBB Community langsung hidup. Dalam 24 jam pertama sudah ada lebih dari 50 pesan – ada yang sharing progress implementasi tips dari workshop, ada yang bertanya detail tentang strategi tertentu, ada juga yang sharing opportunity collaboration.
Mbak Rina (yang jualan kue artisan) bahkan langsung posting hasil redesign Instagram feed-nya menggunakan tips yang kita bahas. Engagement-nya langsung naik 40% dalam seminggu!
Refleksi dan Rasa Syukur

Foto oleh : Tim Dokumentasi JGBB
Driving pulang ke Jakarta, pikiran saya masih penuh dengan wajah-wajah semangat para peserta JGBB Jogja. Ini bukan hanya tentang 150 ribu rupiah investasi pendaftaran atau 2 jam session belajar. Ini tentang community yang genuine ingin berkembang bersama.
Terima kasih untuk Bagi Kopi Kaliurang yang sudah menyediakan venue yang nyaman, Geronimo FM dan Swara Gama FM sebagai media partner, dan terutama untuk semua peserta yang sudah menghadirkan energy positif luar biasa.
Sampai jumpa di roadshow JGBB berikutnya, Sedulur!
P.S: Untuk teman-teman yang belum sempat ikutan tapi tertarik dengan JGBB, stay tuned di Instagram @jadiginibelajarbersama untuk info roadshow selanjutnya ya!